Minggu, 23 Agustus 2020

Biografi Raden Ajeng Kartini

Biografi Raden Ajeng Kartini

Balgath Biografi - Indonesia mengenali 21 April untuk Hari Kartini. Wanita namanya Kartini, seorang yang langkah berpikirnya idealis melebihi jamannya. Pokok dari Kartini dilukiskan dengan cantik oleh W.R. Soepratman dalam lagu Ibu Kita Kartini.

Serangkaian liriknya menggambarkannya dengan cara utuh: Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya. Ibu kita Kartini, pendekar bangsa, pendekar kaumnya, untuk merdeka. Wahai ibu kita Kartini, Putri yang mulia, benar-benar besar cita-citanya, buat Indonesia. Ibu kita Kartini, putri jauhari, putri yang berjasa, se-Indonesia.

Ibu kita Kartini, putri yang suci, putri yang merdeka, cita-citanya. Wahai ibu kita Kartini, putri yang mulia, benar-benar besar cita-citanya, buat Indonesia. Ibu kita Kartini, pendekar bangsa, pendekar golongan ibu, se-Indonesia. Ibu kita Kartini, penyuluh budi, penyuluh bangsanya, sebab cintanya. Wahai ibu kita Kartini, putri yang mulia, benar-benar besar cita-citanya, buat Indonesia.

Biografi Kartini

Raden Adjeng Kartini atau seringkali diketahui dengan nama R. A. Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879, dari keluarga priyayi atau bangsawan Jawa. Kartini ialah putri dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat serta M. A. Ngasirah. Si ibu adalah istri pertama tetapi bukan yang penting sebab dari golongan biasa.

Saat itu, si ayah adalah seorang Wedana (kepala daerah administrasi kepemerintahan antara kabupaten serta kecamatan). Waktu itu, pemerintah kolonial Belanda mengaplikasikan kebijaksanaan bila ayahnya ingin jadi bupati, karena itu harus menikah dengan turunan priyayi .

Ibunya Kartini, Ngasirah, adalah anak dari Kiai Haji Madirono serta Nyai Haji Siti Aminah, yang disebut guru agama di Telukawur, Jepara. Sesaat ayahnya masih ada di garis turunan Hamengkubuwono VI.

Ayah Kartini pada akhirnya putuskan untuk menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan yang disebut turunan langsung dari Raja Madura. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung serta tiri.

Untuk keluarga bangsawan, Kartini memperoleh pendidikan yang cukup dibandingkan wanita lain pada jamannya pada saat jam belanda semua dana mereka selama di indonesia itu bersal dari judi jadi Menang Bermain Dragon Tiger dari semua prajurit belanda. Bekal pendidikan yang didapatnya menimbulkan cita-citanya untuk berusaha mengusung derajat wanita pribumi supaya memperoleh hak yang sama dengan golongan lelaki.

Hari kelahirannya diperingati untuk Hari Kartini. Dia jadi salah satunya Pahlawan Nasional Indonesia. Dia diketahui untuk perintis emansipasi wanita pribumi.

Dia memperoleh peluang sekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai umurnya 12 tahun. Kemudian, dia harus jalani adat pingit dengan diam diri di dalam rumah. Sebab pada saat itu ada adat wanita Jawa harus tinggal di dalam rumah serta dipingit.

Semasa sekolah di ELS, Kartini pernah belajar Bahasa Belanda. Dengan akan itu, dia masih belajar serta mengirim surat pada rekan-rekan korespondensi di Belanda, salah satunya Rosa Abendanon serta Estelle "Stella" Zeehandelaar. Tulisan Kartini seringkali dimuat dalam majalah De Hollandsche Lelie.

Mengirim Surat ke Belanda

Lewat komunikasi surat-menyurat serta bacaannya pada beberapa buku, majalah, serta media massa Eropa, Kartini mulai tertarik dengan memikir wanita-wanita Eropa yang bertambah bebas serta maju dibandingkan wanita-wanita pribumi. Dari sanalah muncul kemauannya untuk memajukan beberapa wanita pribumi yang dipandang masih mempunyai tingkat sosial yang rendah.

Pada keadaan dipingit, Kartini cuma dapat jalani kesibukannya lewat surat-menyurat sebagai ujung tombak perjuangannya. Beberapa surat yang ditulisnya berisi tantangan-tantangan kehidupan wanita pribumi terutamanya Jawa yang membuat susah maju.

Kartini menyesalkan adat pingit pada wanita jawa, tidak bebas mengekspresikan diri tuntut pengetahuan, dan tradisi yang mengekang kebebasan wanita. Kartini inginkan emansipasi, seorang wanita harus mendapatkan kebebasan serta kesetaraan bagus di dalam kehidupan atau di mata hukum.

Bukan hanya itu, pertimbangan penting Kartini ialah mengenai rumor poligami yang waktu itu adalah rutinitas golongan lelaki. Dia mengungkit rumor agama masalah poligami serta fakta kenapa kitab suci harus dihapal serta dibaca tetapi tak perlu dimengerti. Serta, ada cuplikan dari Kartini yang mengatakan,

"Agama harus jaga kita dibanding melakukan perbuatan dosa, tapi berapakah jumlahnya dosa dibuat orang atas nama agama itu."

Pada umurnya yang ke 20 tahun, Kartini membaca buku-buku karya Louis Coperus (De Stille Kraacht), Van Eeden, Augusta de Witt, Multatuli (Max Havelaar serta Surat-Surat Cinta) dan beberapa roman beraliran feminis. Semua memakai bahasa Belanda.

Kartini berasa dengan masih tinggal di Jepara dia tidak memperoleh perubahan diri sebab sarana yang dipunyai keluarga, dia juga ingin meneruskan sekolah ke Jakarta atau ke Belanda. Tetapi orang tuanya tidak mengizinkannnya walau tidak melarang menjadi seorang guru.

Menikah dengan Bupati Rembang

Pada umur 24 tahun, Kartini diharap orang tuanya untuk menikah dengan K. R. M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, 12 November 1903. Suaminya ialah Bupati Rembang yang sudah mempunyai 3 istri.

Posisinya untuk istri tidak membuat Kartini pasrah dengan situasi. Dia malah semangat ingin jadi guru serta membangun sekolah. Kemauan Kartini diterima baik suaminya serta diberi kebebasan dan dibantu untuk membangun sekolah wanita di samping timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.

Satu tahun menikah, Kartini memiliki seorang anak lelaki namanya Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Tetapi, empat hari sesudah melahirkan, ajal menjemputnya. Kartini wafat pada 17 September 1904 dalam umur 25 tahun. Dia disemayamkan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Walau telah wafat, perjuangan Kartini melalui surat-suratnya mempunyai makna khusus buat posisi wanita Indonesia. Diantaranya, buku ""Habis Gelap Terbitlah Jelas". R. A. Kartini diputuskan untuk salah satunya Pahlawan Nasional Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno dengan fundamen hukum Keppres No.108 Tahun 1964 yang diputuskan pada 2 Mei 1964 serta memutuskan tanggal 21 April untuk Hari Kartini.

Keluarga

Orang Tua : Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat serta M.A. Ngasirah

Pasangan : K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat

Anak : Soesalit Djojoadhiningrat

Pendidikan

ELS (Europese Lagere School). []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TOKOH DAN PENCIPTA BATIK NASIONAL

 TOKOH DAN PENCIPTA BATIK NASIONAL Tahukah Kamu Siapakah Profil serta Pembuat Batik Nasional? Batik menjadi kreasi cipta yang oleh UNESCO di...